Pengertian GREEK STATE dan Hubungannya dengan POLIS Dalam Peradaban Yunani

Manusia dalam pergaulan hidupnya cenderung untuk selalu hidup bersama dengan manusia lainnya, Aristoteles menyebutnya sebagai Zoon Politicon dan setiap manusia menentukan dirinya sendiri dalam suatu masyarakat, dapat membentuk negara atau tidak.

Berdasarkan kenyataan bahwa tiap-tiap masyarakat yang tidak merupakan negara selalu merupakan bagian dari negara. Istilah negara (state) pada zaman Yunani Purba masih bersifat Polis-polis atau The Greek State, yaitu pada masa pertamanya merupakan suatu tempat di puncak suatu bukit, lama kelamaan orang-orang banyak yang tinggal di tempat itu mendirikan tempat tinggal bersama dan kemudian tempat tersebut dikelilinginya dengan suatu benteng tembok untuk menjaga serangan musuh dari luar.

Yunani Klasik terkenal dengan para ahli pikirnya seperti Socrates (469-399 SM), Plato (427 SM), Aristoteles (384-322 SM), tetapi tidak banyak mengembangkan teori hukum sebagaimana yang dilakukan oleh bangsa Romawi. Di samping ahli pikir tersebut, Yunani juga banyak melahirkan orang-orang pintar di bidangnya masing-masing, seperti Pericles (500-429) seorang penguasa dan ahli perang, Herodotus (485-425 SM) seorang ahli sejarah, Hippocrates (460-375 SM) seorang ahli kedokteran, Iskandar Zulkarnen / Alexander The Great (356-323 SM) seorang raja dan panglima perang besar, Archimedes (287-212 SM) seorang ahli fisika, dan masih banyak lagi. Bahkan, pemikiran dari Aristoteles juga selaras dengan teologi Kristen yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas, pada abad ke 13 M.

Tumbuh dan berkembangnya Polis, yaitu negara-negara kota di negeri Yunani, secara mendasar telah menjadi latar belakang berkembangnya pemikiran-pemikiran spekulatif Yunani (filsafat) tentang hukum dan pemerintahan, mulai dari penguraian tentang kehidupan di negara kota dengan ilustrasi tokoh Achilles sampai kepada refleksi Plato dan Aristoteles.

Akan tetapi, hanya dengan kombinasi kedua faktor pemikiran di atas Yunani dapat sampai pada kematangan pemikiran dalam hal fungsi dan problem hukum di masyarakat. Kekacauan sosial, konflik internal, pergantian pemerintahan yang terus menerus, kekuasaan tirani dan kesewenang-wenangan yang begitu lama mencengkeram Yunani, semuanya telah menjadi stimulus eksternal kepada munculnya sikap perenungan tentang hubungan Keadilan dan hukum positif.

Bahkan kedalaman spekulatif dan intelektual orang-orang Yunani berkenaan dengan tragedi dan konflik dalam kehidupan masyarakat manusia telah menempatkan Yunani, dan memungkinkan mereka, sebagai penyumbang utama bagi pengetahuan filsafat hukum, khususnya dalam masalah Keadilan abadi dikaitkan dengan hukum penguasa

Sepanjang pengetahuan menurut ilmu, maka penyelidikan tentang negara timbul dan berkembang setelah Yunani Purba, di mana timbul suatu pemerintahan yang demokratis dalam hal mana setiap orang bebas menyatakan pendapat.

Pada waktu itu sifat negara-negara di dalam kebudayaan Yunani Purba masih bersifat Polis atau Greek State, yang pada mulanya merupakan suatu tempat di puncak bukit yang terdiri dari batu-batu. Dari kata Polis inilah dihasilkan perkataan Politeia dan Politica.

Dalam masa tersebut lahirlah beberapa pemikir seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Zeno, Polibiyos dan lain-lain. Pada masa ini pemikiran-pemikiran filsafat masih didasari oleh pemikiran yang bersifat konsep-konsep hukum alam yang diilhami oleh ketuhanan yaitu kepercayaan terhadap dewa-dewa. Namun demikian dalam perkembangan selanjutnya pemikirannya telah sedikit berubah ke arah rasionalitas.

Sebagaimana diketahui, Yunani terdiri atas banyak negara kota (Polis), seperti Athena, Sparta, dan lain-lainnya. Karena itu, hukum di masing-masing negara kota tersebut juga saling berbeda. Akan tetapi, yang paling maju dan sering menjadi kiblat dari sistem hukum di berbagai negara kota di Yunani adalah sistem hukum yang terdapat di Negara Kota Athena.

Apabila ditelusuri lebih jauh, hukum Yunani sebenarnya sangat banyak dipengaruhi oleh hukum Yahudi (dari Nabi Musa), yang bisa ditelusuri lagi berakar dari sistem hukum Babilonia, bahkan hukum Sumeria (tempat berasal hukum dan ajaran Nabi Ibrahim).

Misalnya, hukum yang berkenaan dengan perdagangan Yunani, pada prinsipnya merupakan hukum kebiasaan dari dunia Barat yang diperkenalkan oleh bangsa Phoenician, yang aslinya sebenarnya berasal dari hukum Babilonia.