Perubahan Hukum, Sistem Hukum, dan Sosial Legal

Hukum Tidak Dibentuk, Tetapi Lahir Dari Masyarakat Yang Terus Berkembang. Maka Hukum Itupun Akan Berperan Secara Baik Kalau Responsivitasnya Untuk Merefleksikan Fenomenafenomena Sosial Yang Berbanding Lurus Dengan Modernitas Kehidupan, Dipadukan Dengan Standarisasi Tata Keteraturan Tujuan Dan Fungsi Pada Keterbukaan Hukum Mengadopsi Nilai-nilai Luhur Kemasyarakatan.

Fungsi Hukum dalam Masyarakat

Adapun fungsi hukum dalam masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Fungsi Integrasi, yakni bagaimana hukum terealisasi saling berharap (mutual expectation) dari masyarakat.
  • Fungsi Petrifikasi, yakni bagaimana hukum melakukan seleksi dari pola-pola perilaku manusia agar dapat mencapai tujuan-tujuan sosial.
  • Fungsi Reduksi, yakni bagaimana hukum menyeleksi sikap manusia yang berbedabeda dalam masyarakat yang kompleks sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Dalam hal ini, hukum berfungsi untuk mereduksi kompleksitas ke pembuatan putusan-putusan tertentu.
  • Fungsi Memotivasi, yakni hukum mengatur agar manusia dapat memilih perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat.
  • Fungsi Edukasi, yakni hukum bukan saja menghukum dan memotivasi masyarakat, melainkan juga melakukan edukasi dan sosialisasi.

Konteks Sosial dalam Regularities

Pada dasarnya konteks sosial merupakan aspek utama yang membentuk dan mengubah hukum, artinya seluruh fenomena-fenomena kongkret dan/atau situasi sosial masyarakat terjalin erat dengan regularities (pola-pola prilaku) yang mampu membangun pranata hukum yang selalu bergerak pada hal-hal abstrak yang dikongkritkan dalam transformasi perubahan hukum seiring perubahan sosial yang penekanannya pada prinsipprinsip dinamisasi dan variatif pada apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.

Hukum Sebagai Sistem, Konsep Perubahan Hukum, dan Sistem Terbuka

Mengenai Hukum Sebagai Sistem, Konsep Perubahan Hukum, dan Sistem Terbuka ada beberapa pendapat para ahli dan komunitas hukum.

Bernard Arief Sidharta

Secara sederhana kata ini berarti sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud atau “Group of things or part working together in a regular relation”.

Black’s Law Dictionary

yang mengartikan sistem sebagai “Orderly combination or arrangement, as of particulars, parts, or elements into a whole; especially such combination according to some rational principle”.

Tatang M. Arifin

Sistem digunakan untuk menunjuk suatu kesimpulan atau himpunan bendabenda yang disatukan atau dipadukan oleh suatu bentuk saling hubungan atau saling ketergantungan yang teratur; suatu himpunan bagian-bagian yang tergabung secara alamiah mapun oleh budi daya manusia sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat terpadu.

Sistem yang digunakan untuk menyebut alat-alat atau organ tubuh secara keseluruhan yang secara khusus memberikan andil atau sumbangan terhadap berfungsinya fungsi tubuh tertentu yang rumit tetapi vital.

Sistem yang menunjuk himpunan gagasan (ide) yang tersusun, terorganisasikan, suatu himpunan gagasan, prinsip, doktrin, hukum dan sebagainya yang membentuk satu kesatuan yang logic dan dikenal sebagai isi buah fikiran filsafat tertentu, agama atau bentuk pemerintahan tertentu.

Sistem yang digunakan untuk menunjuk suatu hipotesis tertentu atau suatu teori (yang dilawankan dengan praktek).

Sistem yang dipergunakan dalam arti metode atau tata cara.

Sistem yang digunakan untuk menunjuk pengertian skema atau metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu atau model tata cara. Dapat pula berarti suatu bentuk atau pola pengaturan, pelaksanaan atau pemrosesan dan juga dalam pengertian metode pengelompokan, pengkodifikasian dan sebagainya.

Sudikno Mertokusumo

Sistem hukum sebagai gambar mozaik, yaitu gambar yang dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil untuk kemudian dihubungkan kembali, sehingga tampak utuh seperti gambar semula.

Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas hubungannya dengan yang lain, tetapi kait mengait dengan bagian-bagian lainnya. Tiap bagian tidak mempunyai arti di luar kesatuan itu. Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik atau kontradiksi. Kalau sampai terjadi konflik, maka akan segera diselesaikan oleh dan di dalam sistem itu sendiri.

Lawrence M. Friedman

Komponen struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum diantaranya kepolisian, kejaksaan, pengadilan yang mempunyai fungsi law enforcement dalam sistem itu sendiri.

Komponen substansi, merupakan normanorma hukum, baik itu peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan sebagainya yang digunakan oleh para penegak hukum (komponen struktur) maupun oleh mereka yang diatur.

Komponen budaya hukum, terdiri dari ide-ide, sikap-sikap, harapan dan pendapat tentang hukum. Kultur hukum ini dibedakan antara internal legal culture yakni kultur hukumnya lawyers dan judged’s dan external legal culture, yaitu kultur masyarakat pada umumnya.

Ciri-Ciri Sistem

Ciri-ciri sistem dijelaskan oleh para pakar sebagai berikut.

Ciri-Ciri Sistem menurut H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto

  • Sistem itu bersifat terbuka, atau pada umumnya bersifat terbuka. Suatu sistem dikatakan terbuka jika berinteraksi dengan lingkungannya. Dan sebaliknya, dikatakan tertutup jika mengisolasikan diri dari pengaruh apapun;
  • Sistem terdiri dari dua atau lebih subsistem dan setiap sub-sistem terdiri lagi dari sub-sistem lebih kecil dan begitu seterusnya;
  • Sub-sistem itu saling bergantung satu sama lain dan saling memerlukan;
  • Sistem mempunyai kemampuan untuk mengatur diri sendiri (self regulation); dan
  • Sistem memiliki tujuan dan sasaran

Sistem Hukum yang Terbuka

Arief Sidharta mengatakan: ”Sistem hukum yang terbuka merupakan sistem hukum yang dipengaruhi dan mempengaruhi sistem-sistem lain di luar hukum. Tidak mengherankan apabila di antara sistem-sistem hukum itu terdapat persamaan sekaligus perbedaan.

Ciri-ciri yang sama inilah yang kemudian menjadi dasar pengklasifikasian sejumlah sistem hukum itu ke dalam suatu keluarga sistem hukum (parent legal sistem).

Sistem hukum terbuka merupakan salah satu aliran dalam teori hukum diwakili oleh Paul Scholten. Beliau berpendapat bahwa:”Hukum itu merupakan suatu sistem; bahwa semua peraturan-peraturan itu saling berhubungan yang satu ditetapkan oleh yang lain; bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat dicari aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada asas-asas.

Tapi ini tidaklah berarti bahwa dengan bekerja secara mantik semata-mata untuk tiap-tiap hal dapat dicarikan keputusan hukumnya. Sebab disamping pekerjaan intelek, putusan itu selalu didasarkan pada penilaian yang menciptakan sesuatu yang baru

Sistem hukum yang terbuka tersebut digunakan secara bebas terhadap banyak hal dalam kehidupan, alam semesta, masyarakat dan perubahan sosialnya, termasuk hukum digambarkan dalam bentuk yang jelasjelas dapat diakui sebagai istilah mekanis dan sistematis dalam normatif-sosiologis.

Tipikal dari sistem hukum terbuka adalah bahwa ia memainkan peranan mengintegrasikan, baik yang berkenaan dengan hubungan antar disiplin-disiplin ilmu satu terhadap yang lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil artikel ilmiah dari disiplin-disiplin ilmu tersebut dalam konteks penyempurnaan hukum yang dinamitas dengan perubahan-perubahan aspek dan/atau pembidangan kehidupan yang kompleks, yang dalam konteks ini adalah perubahan-perubahan sosial masyarakat.

Hukum Sebagai Suatu Sistem Yang Terbuka

Maka, hukum sebagai suatu sistem yang terbuka merupakan bentuk terobosan terhadap wilayah kajian untuk bertoleransi dengan elemen-elemen lain yang berada diluarnya, sehingga hukum menjadi domain bagi telaah disiplin lain dalam tatanan multi disiplin. Elemen-elemen tersebut haruslah saling berhubungan seperti yang dikatakan Dewey ”kumpulan, koleksi dan inventaris”.

Maksudnya adalah sebuah sistem sebagai keseluruhan yang terkait dan saling berhubungan antara bagian-bagiannya. Sebagaimana dijelaskan oleh Angell dalam konteks sosiologi hukum bahwa: ”Bagian-bagian sistem sosial dicocokkan untuk membentuk suatu keseluruhan”

Konsep Perubahan Hukum

Ada 2 (dua) pandangan yang sangat dominan dalam rangka perubahan hukum. Kedua pandangan ini saling tarik menarik dalam tampilan eksistensinya yang masingmasing memiliki alasan pembenar sebagai rasionalisasinya.

  • Pandangan Tradisional
  • Pandangan Modern

Pandangan Tradisional

Dalam rangka perubahan hukum, masyarakat perlu berubah terlebih dahulu, baru kemudian hukum datang untuk mengaturnya. Kedudukan hukum dalam pandangan ini adalah sebagai pembenar apa yang telah terjadi, sehingga fungsi hukumnya sebagai fungsi pengabdian (dienende funtie).

Hukum berkembang mengikuti kejadian-kejadian yang terjadi dalam suatu tempat dan selalu berada di belakang peristiwa yang terjadi tersebut (het recht hinkt achter de feiten aan).

Hukum dipandang pasif dan berusaha agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat. Perubahan masyarakat harus mendapat penyesuaian oleh hukum.

Pandangan Modern

Hukum diusahakan agar dapat menampung segala perkembangan baru, oleh Karena itu hukum harus selalu berada bersamaan dengan peristiwa yang terjadi. Hukum tidak hanya berfungsi sebagai pembenar, tetapi hukum harus tampil secara bersamaan dengan peristiwa yang terjadi, bahkan kalau perlu hukum harus tampil terlebih dahulu baru peristiwa mengikutinya.

Hukum berperan aktif sebagai alat rekayasa sosial (law a tool of sosial engineering), di mana hukum harus mampu menggerakkan masyarakat menuju perubahan yang terencana.

Pada fungsi sosial kontrolnya (social control) diletakkan pada kehidupan pribadi dalam konteks kehidupan masyarakat.

Perubahan Hukum

Secara Teoritis, Menurut Lawrence M. Friedman Perubahan Hukum Dapat Dibedakan Ke Dalam 4 (Empat) Tipe:

  1. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum, yakni dari masyarakat, tetapi mempengaruhi sistem hukum saja dan berakhir disana seperti sebuah peluru yang ditembakkan dan sampai ke sasarannya.
  2. Perubahan yang berawal dari luar sistem hukum dan melewati sistem hukum tersebut (dengan atau tanpa proses internal tertentu) kemudian sampai ke titik dampak di luar sistem hukum, yakni di masyarakat.
  3. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum dengan menghasilkan dampak di dalam sistem hukum juga.
  4. Perubahan yang berawal dari dalam sistem hukum, kemudian menembus sistem hukum tersebut dengan dampak akhir di luarnya, yakni di masyarakat.

Dalam Rangka Pembaharuan Dan Pembangunan Hukum Nasional, Ada 3 (Tiga) Dimensi Yang Harus Dilaksanakan, Sebagaimana Dikemukakan Oleh Abdul Manan:

  1. Dimensi Pemeliharaan, yaitu dimensi untuk memelihara tatanan hukum yang ada, walaupun sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan sekarang dengan tetap dan harus berpijak pada situasi dan kondisi yang sudah berubah serta berorientasi kepada kemaslahatan bersama. Dimensi ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kekosongan hukum dan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Aturan Peralihan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945)
  2. Dimensi Pembaruan, yaitu dimensi yang merupakan usaha untuk lebih meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan Nasional. Selain pembentukan peraturan perundangan yang baru, juga dilakukan pula usaha penyempurnaan peraturan perundangan yang telah ada, sehingga sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang terus berkembang.
  3. Dimensi Penciptaan, yakni dimensi kreativitas, maksudnya adalah penciptaan suatu perangkat peraturan baru yang sebelumnya memang belum pernah ada, tetapi diperlukan untuk kesejahteraan bangsa.

Konsep Perubahan Sosial

Perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat merupakan gejala umum yang terjadi di setiap masyarakat dan juga merupakan gejala sosial yang terus terjadi. Karena melekatnya gejala perubahan sosial tersebut, tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa semua yang ada di masyarakat mengalami perubahan, kecuali satu hal yakni perubahan itu sendiri.

Artinya perubahan itu sendiri yang tidak mengalami perubahan, tidak surut atau berhenti seiring dengan berjalannya waktu.

Konsep Perubahan Sosial menurut Soleman B. Toneko

Menurut Soleman B. Toneko : “suatu perubahan sosial tidak lain dari penyimpangan kolektif dari pola yang telah mapan”.

Artinya bekerjanya hukum dalam masyarakat akan menimbulkan situasi tertentu yang jika berlaku efektif akan menciptakan perubahan yang dapat dikategorikan sebagai perubahan sosial. Selalu ingin berkembang dan berubah adalah konsekuensi dari sifat dinamis yang melekat pada masyarakat.

Ritme perubahan tersebut ada yang lambat, sedang dan bahkan ada yang cepat karena dipacu oleh perkembangan dan modernitas ilmu pengetahuan serta aspek-aspek kehidupan lainnya. Akibatnya pola-pola prilaku (regularities) yang terjadi diantara kelompok masyarakatpun menjadi semakin kompleks sebagai sebuah realitas sosial (nomos).

Konsep Perubahan Sosial menurut Soejono Soekanto

Proses perubahan sosial biasanya berlangsung melalui saluran-saluran perubahan tertentu. Saluran-saluran tersebut ada pada berbagai bidang kehidupan dan biasanya pengaruh kuat akan datang dari kehidupan yang pada saat menjadi pusat perhatian masyarakat.

Dalam proses perubahan sosial, terkadang dipertentangkan antara perubahan dari aspek material dan aspek spiritual. Menurut beliau, sebenarnya tidak ada pertentangan diantara kedua aspek tersebut, yang ada adalah kemungkinan salah satu aspek tertinggal oleh aspek yang lain, dikarenakan aspek material lebih mudah mengalami perubahan dibandingkan dengan aspek spiritual yang agak sulit untuk diubah karena menyangkut mentalitas.

”Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat disebabkan oleh 2 (dua) faktor saja, yaitu:

  • faktor intern antara lain pertambahan penduduk atau berkurangnya penduduk; penemuan-penemuan baru; pertentangan (konflik); atau juga karena terjadinya suatu revolusi.
  • Sedangkan faktor ekstern meliputi sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik, pengaruh kebudayaan masyarakat lain, peperangan dan sebagainya.

Hal-hal yang mempermudah atau memperlancar terjadinya perubahan sosial antara lain adalah apabila suatu masyarakat sering mengadakan kontak dengan masyarakat-masyarakat lain, sistem lapisan sosial yang terbuka, penduduk yang heterogen maupun ketidakpuasan masyarakat terhadap kehidupan tertentu dan lain sebagainya.

Perlu juga dipahami bahwa dalam perubahan-perubahan sosial, terdapat pula faktor-faktor yang memperlambat terjadinya perubahan sosial tersebut, hal ini disebabkan antara lain oleh sikap masyarakat yang mengagungkan masa lampau (tradisionalisme), adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat (vested interest) dengan dalih berpikir logis sebagai pembenarannya adalah derajat negatifitas terhadap hal-hal yang baru atau asing yang akan merusak dan/atau meruntuhkan tatanan-tatanan lama yang dianggap oleh mereka (sebagian masyarakat yang kontra terhadap perubahan) masih baik dan masih mampu berkoordinasi dengan nilai-nilai yang hidup di sekitar masyarakat.

Ada istilah latin yang menyatakan : “Tempora mutantur (et nos mutamur in illis)” yang artinya bahwa waktu berubah dan kita berubah dengannya. Kemudian : “Multi multa nemo omnia acviy”, maksudnya ialah banyak orang yang mengetahui banyak hal, tetapi tidak seorangpun yang mengetahui segalanya.

Filosofi yang harus dipahami dari kedua istilah tersebut adalah dinamitas manusia akan segala sesuatunya sangat ditentukan oleh bergulirnya waktu, yang sadar atau tidak sadar manusia selalu berada dalam perubahan-perubahan untuk menemukan solusi dari kekurangan kekurangan yang ada yang tidak akan pernah dan tidak akan habis untuk dicarikan solusinya.

Rasionalisasinya bahwa perubahan-perubahan dalam pencarian solusi dari kekurangan-kekurangan yang ada akan terus dan terus berjalan dalam waktu yang terus berjalan pula.

Perubahan-perubahan yang direncanakan dan dikehendaki oleh masyarakat sebagai pelopor dan adresat (pemegang peran) hukum merupakan tindakan-tindakan yang penting dan mempunyai dasar sosial yang kuat. Hasil yang positif akan tergantung pada kemampuan pelopor perubahan untuk membatasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya disorganisasi sebagai akibat dari perubahan yang terjadi untuk memudahkan proses reorganisasi.

Kemampuan membatasi terjadinya reorganisasi tergantung pada suksesnya proses interaksi yang simbiosis dari unsur-unsur baru yang menyebabkan terjadinya perubahan.

Konsep Perubahan Sosial menurut Lawrence M. Friedman

Lawrence M. Friedman berpendapat sebagaimana dikutip oleh Abdul Manan bahwa: “Secara kenyataan hukum mengikuti perubahan sosial dan menyesuaikan diri dengan perubahan itu”. “Hukum lebih merupakan akibat dari pada factor-faktor penyebab terjadinya perubahan-perubahan social”

Konsep Perubahan Sosial menurut Arnold M. Rose

menurut sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam hubungan antara perubahan hukum dan perubahan sosial adalah dilihat dari aspek penyebab terjadinya perubahan sosial yang dikaitkan dengan hukum, yang meliputi 3 (tiga) perihal, yaitu:

  1. Komunikasi yang progresif dari pada penemuan-penemuan di bidang teknologi;
  2. Kontak atau konflik antara kebudayaan; dan
  3. Terjadinya gerakan sosial (sosial movement).