Perbedaan S1 (Skripsi), S2 (Thesis), dan S3 (Disertasi) dalam Jurusan Hukum

Seperti kita ketahui bahwa pendidikan sarjana hukum tidak hanya terhenti pada jenjang S1 saja, tetapi hingga jenjang S2 dan S3 bahkan post-doktoral. Ada beberapa perbedaan yang cukup prinsip dari segi apa yang dipelajari dan metode pelajaran di tiap jenjang selain juga jenjang yang di atasnya adalah untuk memperkaya pengetahuan yang sebelumnya sudah didapat di jenjang sebelummya.

S1 Hukum

S1 – Skripsi adalah semacam Dogma of Law Positivism – Apakah itu Dogma of Law Positivism – secara bahasa berarti Dogma Hukum Positivism. Namun dalam pengartian lain adalah bentuk pengajaran hukum positif / positivisme yang diusung di Indonesia. Secara umum, positivisme hukum merupakan aliran pemikiran yang memperoleh pengaruh kuat dari ajaran positivisme,

Pelajaran di S1 Hukum bertumpu terhadap pemahaman terhadap hukum-hukum positif yang telah ada. Tidak terlalu dibuat pengkritisan terhadap adanya hukum-hukum existing tersebut. Hukum dipahami sebagai alat keadilan yang perlu dipatuhi dan dijalankan serta ditegakkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

S2 Hukum

Dalam S2 Hukum (Thesis) terdapat istilah Thesis of Law. Dalam pandangan mahasiswa S2 Hukum perlu ditanamkan hal-hal yang terkait filsafat-filsafat hukum dan kenapa sebuah hukum dibentuk. Tidak lagi hukum dipandang sebagai sosok yang menakutkan dan memaksa. Hukum haruslah dipandang sebagai sesuatu yang bisa berubah dan diubah sesuai kebutuhan masyarakat untuk memperoleh keadilan.

S3 Hukum

Dalam S3 Hukum (Disertasi) dikenal dengan istilah Doctrinal of Law. Pemahaman terhadap hukum secara luas dan mendalam merupakan salah satu bentuk pengajaran dalam S3 Hukum. Hukum dikritisi secara lebih mendalam terhadap aspek-aspek filosofis pembentuknya hingga output yang diharapkan dan perbandingannya dengan fakta dan data di lapangan dalam bentuk sebuah metodologi yang tersistemasi.

Hukum tidak lagi dipanding berdasarkan satuan angka dan nomor-nomor, tetapi juga sebagai sebuah kesatuan utuh yang melengkapi satu dengan lainnya sehingga diperoleh hubungan-hubungan logis antar hukum-hukum yang berlaku – baik hukum yang tertulis ataupun tidak tertulis.

Doktrin dalam hukum bukanlah sesuatu yang bebas nilai, justru dalam hukum harus tersirat nilai-nilai filosofis yang merangkul rasa keadilan bagi masyarakat yang terdampak oleh hukum tersebut.