30+ Filsuf Hukum Terkenal dari Dalam dan Luar Negeri

Dalam bidang hukum tata negara dan administrasi negara pilihlah seorang filosof hukum tokoh dari barisan nasional dan tokoh dari luar negeri yang punya ranking internasional. Apa isi pemikirannya apakah pemikirannya pada usia muda, matang dan senior konsisten atau berubah?

Beberapa Tokoh filsuf dari luar negeri dibidang hukum tata negara dan administrasi negara adalah :

1. Aristoteles, Pemikirannya adalah negara (polis) ialah persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaik-baiknya.
2. Jean Bodin, Pemikirannya adalah negara ialah suatu persekutuan dari keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh suatu kekuasaan yang berdaulat.
3. Hans Kelsen, Pemikirannya adalah negara ialah suatu susunan pergaulan hidup bersama dengan tata paksa.
4. Logeman, Pemikirannya adalah negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat.

Sedang salah satu Tokoh filsuf yang berasal dari indonesia adalah: Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ (13 Juni 1913 – 11 Februari 1967).

Pemikirannya adalah “manusia adalah kawan bagi sesama”. Manusia adalah rekan atau teman bagi sesamanya di dunia sosialitas ini (homo homini socius). Pikiran homo homini socius ini diajukan untuk mengkritik, mengoreksi, dan memperbaiki sosialitas preman; sosialitas yang saling mengerkah, memangsa, dan saling membenci dalam homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya).

Karya-karya Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara merupakan sumbangan pemikiran filosofis yang penting dalam rangka pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia. Secara ringkas pemikirannya menyangkut berbagai bidang yang signifikan dalam pembentukan masyarakat dan bangsa, bidang-bidang tersebut meliputi Pendidikan, kesusilaan, politik, dan kebudayaan. Nuansa humaniora sangat terasa dalam tulisannya yang sarat dengan istilah Indonesia yang digali sendiri dari khazanah literatur bangsa Indonesia, hal tersebut tampak dari buku-buku bacaan yang dirujuknya, terutama kesusastraan Jawa. Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara bukan hanya mencoba menyajikan pemikiran secara kontekstual atau yang sejalan dengan alam pikiran Indonesia, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang bersifat universal.

Pokok-pokok sosialitas manusia menurut Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara memperlihatkan dalam struktur manusia itu sendiri dirumuskan melalui pernyataan manusia sebagai persona. Persona manusia menyatakan bahwa antar manusia adalah sesama. Jadi, dalam memandang manusia dengan yang lain kita sudah mengetahui bahwa manusia adalah persona, oleh karena itu tidak bisa dijadikan objek dan persona selalu meminta bersama.

Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara merumuskan sosialitas manusia dengan menganalisis cara manusia berada di dunia. Dalam hal ini, ada dua persepektif, yaitu secara fenomenologis dan eksistensial. Secara fenomenologis, kesosialan manusia dapat ditemukan dalam fakta-fakta yang diberikan oleh manusia di dunia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, jelas manusia sibuk bersama, bahkan sepi pun bersama.

Secara eksistensialis, berarti memandang kesosialan manusia lewat cara manusia berada. Caranya manusia berada di dunia dalam perkembangannya menciptakan budaya. Budaya berarti mengangkat alam jasmani menjadi alam manusia. Proses pembudayaan tercipta karena didasari oleh persona manusia. Persona manusia tidak dapat dilepaskan dengan komunikasi. Sebab, dengan komunikasi manusia mampu menghubungkan dengan dunia dan sesama. Oleh karena itu, disinilah letak proses pembudayaan tercipta. Namun, persona dan komunikasi baru berkembang dan berfungsi dalam dan dengan cinta kasih. Jadi, sebenarnya, cinta kasih sebagai dasar proses pembudayaan manusia.

Dari hasil penelusuran saya terkait Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ, beliau memberikan penjelasan bahwa Salah satu gagasan atau ajaran pokok Driyarkara adalah “manusia adalah kawan bagi sesama”. Manusia adalah rekan atau teman bagi sesamanya di dunia sosialitas ini (homo homini socius). Pikiran homo homini socius ini diajukan untuk mengkritik, mengoreksi, dan memperbaiki sosialitas preman; sosialitas yang saling mengerkah, memangsa, dan saling membenci dalam homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya).

Karya publik awal tulisannya tidak langsung filosofis. Karya awalnya berupa catatan ringan dalam bahasa Jawa yang dimuat majalah Praba, sebuah mingguan berbahasa Jawa yang terbit di Yogyakarta. Disusul kemudian dengan Warung Podjok dengan nama samaran Pak Nala.

Setiap orang yang mendalami filsafat dan filsafat hukum dapat menuangkan hasil pemikirannya, sebagai suatu tesis. Tesisnya tentu telah diuji oleh pakar lainnya, dan apabila banyak pakar yang mengacu kepada hasil penelitiannya dalam jurnal jurnal ilmiah, maka survive teori atau hasil penelitiannya.

Disini dapat dikategorikan kapada pendapat mayoritas pakar, minoritas pakar atau pakar yang berimbang. Driyarkara oleh mjurid atau orang orang yang satu visi dan misi dengan beliau mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat yang mengambil nama beliau. Lebih menilai tinggi pada nilai nilai agama katolik, yang dalam hal terkait konteks konstitusi kita diwakili oleh Baruch Spinoza (sebelum konversi ke Katolik, semula ikut agama Yahudi) dan Adam Mueller. Sedangkan etika moral etika ke kristenan, tokohnya adalah Hegel.

Namun Hegel dalam konteks UUD 1945 lebih kepada metode berfikir sejarah dan konsep negara bangsa dan negara hukum (Rechtsstaat).Dari kajian filosofis ini Supomo tidak menolak Pancasila sebagai dasar negara, asal mahkota pemikirannya persatuan Indonesia dan menjabarkan terminologi demokrasi dengan sila ke empat, dengan menghindar pemakaian istilah demokrasi, karena waktu itu terdapat penolakan pada istilah demokrasi, yang sementara orang tidak bebas nilai dalam sistimnya. Selanjutnya ide sosial (penetesan olie sosial pada sistim Kapitalisme yang menganut individualisme) dan fungsi sosial dalam hukum sejak tiga perempat abad 19 dan awal abad 20 dengan lahirnya sosialisme dan melahirkan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Terkait salah satu tokoh filsuf nasional yaitu Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ. Pikiran homo homini socius yang diajukan Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ ini adalah untuk mengkritik, mengoreksi, dan memperbaiki sosialitas preman; sosialitas yang saling mengerkah, memangsa, dan saling membenci dalam homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi sesamanya). Manusia adalah serigala bagi manusia yang lain merupakan salah satu pemikiran De Cive Hobbes . Menurut Hobbes, Terjadi kesewenangan karena terjadi persaingan antara manusia, saling membunuh dan memangsa. Yang kuat akan bertahan hidup dan yang lemah akan kalah dan mati. Manusia selalu dalam proses the strunggle for life. Dia hanya menjadi pemenang bila ia menjadi superman dengan kehendak untuk berkuasa. Karena itu, mereka yang bersikap lemah lembut dan rendah hati, mereka yang berbelaskasih, murah hati dan memaafkan akan kalah dan mati. Tidak ada tempat di dunia ini untuk mereka yang bermental budak dan bodoh.

Pengembangan dan implementasi dari pemikiran Aristoteles ini munculnya banyak negara negara kota di Eropa, yang otonomi dan warganya disebut burger dan mempunyai status independen dari Kerajaaan yang ada disekitarnya. Warga kota yang lebih dulu melek akan hak hak dan kewajiban selaku warga kota. Konsep ini berlanjut pula pada negara nasional dan negara hukum dari Hegel. Supomo dalam konsep negara persatuan mengambil analog dengan desa, nagari dan marga, karena sebagai persekutuan masyarakat hukum adat, yang teritorial dan genealogis dimana anggotanya bersatu membentuk negara. Dalam tingkat nasional lingkaran hukum adat yang ada dan ditambah dengan warga kota otonom dan wilayab wilayah yang bersifat istimewa bersatu mendirikan negara kesatuan RI yang memberikan desentralisasi dan otonomi kepada wilayah wilayahnya. (teori integrasi dari Supomo, yang terinspirasi dengan teori integrasi dan teori organis dari Rudolf Smend (Integrationstheorie) dan Otto von Gierke (Genossenschaftstheorie), teori kekeluargaan dalam arti luas.

Aristoteles sampai sekarang masih banyak penganut alirannya dan murid muridnya (imaginer) masih terus mengembangkan ajarannya. Tentang pemikiran negara kota, dimana kewarganegaraan sebagai penghubung permanen antara negara dan orang sudah ada pada zaman polis di Yunani kuno. Ini dibedakan di Roma kuno, di mana kewarganegaraan Romawi merupakan prasyarat untuk kapasitas hukum atau postulasi dan membatasi sistem hukum mandiri (Civis Romanum).

Negara kota atau Negara Nasional disebut sebagai suatu Gemeenschappen atau Rechtsgemeenschappen, sama halnya dengan desa, nagari, dusun dan marga. Oleh karena itu pulalah Supomo merumuskan sistimnya dengan persatuan dari semua Rechtsgemeinschaften yang bersifat autonoom (streeek en locale rechtsgemeinschappen) untuk membentuk negara Nasional. Yang dalam terminologi pasca amandemen disebut Kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat dan sebelum perubahan disebut satuan satuan pemerintahan daerah yang diakui hak hak asal usul yang bersifat otonom atau yang bersifat istimewa. Tentunya dengan mencerna konsep negara bangsa dan negara hukum dari Hegel dan pola cara berfikirnya filsafatnya yang mengandalkan sejarah, yang bersifat progresif dan optimis kedepan. Hal ini disatukan dengan teori integrasi Rudolf Smend dan teori organis dari Otto von Gierke (Gennossenschaftstheorie) yang dari substansinya mirip dengan asas kekeluargaan dan usaha bersama dalam arti luas dari Supomo. Literatur mana dapat diakses di perpustakaan Rechtsschool dan Rechtshogeschool, yang kemudian jadi arsip museum nasional, dan sejak ada Perpustakaan Nasional 4 jilid buku Genossenschaftstheorie dari Gierke, tersedia di Perpusnas, Jl. Merdeka selatan, yang total halamannya ada 12.000 halaman.

Dengan demikian suatu penamaan istilah itu dapat dari hasil ketokohan sso, dapat pula dari kesepakatan para pakar di bidang masing masing, hal ini terlihat walau peradilannya bernama Pengadilan Tata Usaha Negara, namiun didalamnya sudah mencakup Hukum Administrasi Negara dan UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan.

Beberapa tokoh filsuf dari luar negeri dibidang hukum tata negara dan administrasi negara adalah:

1. Tokoh Cicero merupakan tokoh besar mazhab filsafat Stoa yang populer pada abad 4 SM (Sebelum Masehi) sampai abad 2 M (Masehi),

Pemikiran Cicero adalah menawarkan sebuah bentuk negara yang menganut konstitusi campuran, yaitu sebuah konstitusi yang mengawinkan kebaikan dari berbagai sistem politik yaitu; sistem monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Monarki di mata Cicero dipandang memiliki kebaikan, karena dalam sistem ini keberadaan seorang raja layaknya seorang bapak yang akan mengayomi anak-anaknya. Namun rakyat memiliki bagian yang telalu kecil dan suara yang tidak signifikansi dalam administrasi.

2. Tokoh Lucius Annaeus Seneca (ca.4 SM-65 M) yang populer disebut Seneca Muda.

Pemikiran Lucius Annaeus Seneca adalah konsep tentang dua pesemakmuran (commonwealth), yaitu negara politik dengan pemerintah dan institusi hukumnya dan masyarakat universal dengan persaudaraan manusia, yang ikatan-ikatannya lebih bersifat moral serta etis daripada legal dan politis.

Sedangkan tokoh dari dalam negeri adalah Al-Mawardi. Pemikiran Al-Mawardi adalah:

1. bahwa filsafat hukum tata negara yang dikontruksi oleh Al-Mawardi khususnya tentang tujuan didirikannya negara didasarkan pada filsafat theo-homosentris yang identik dengan pola pemikiran Abu ‘Ala Maududi;

2. Berkaitan dengan mekanisme pengangkatan kepala negara didasarkan pada filsafat theistic-dan filsafat histories-empiris;

3. Bahwa teori kontrak sosial yang dikonstruksi Al-Mawardi secara umum hampir sama dengan filsafat politik JJ Rosseou dan John lock, dalam hal ini secara teknis aspek filsafat kemanusiaan dan rasionalisme menjadi bagian integral dari filsafat hukum tata negara Al-Mawardi.

Seneca merupakan satu dari segelintir filsuf Romawi terkenal dari zamannya. Ia tidak hanya muncul dalam karya Dante, tetapi juga dalam karya Chaucer dan dalam jumlah besar dalam karya Petrarch, yang meniru gayanya dalam tulisan-tulisannya serta mengutipnya lebih dari sumber-sumber lain.

Konsep Cicero disempurnakan oleh Aristoteles, dengan bentuk negara Kerajaan dan sistim demokrasi parlementer, berkat murid murid Aristoteles, sistim ini bertahan sampai sekarang. Sedangkan negara kesejahteraan dalam satu pesemakmuran prakteknya sama dengan pemberian otonomi luas.

Antara Padmo Wahyono dan Philipus M. Hadjon, terdapat persamaan dan perbedaan pemikiran.

Padmo Wahyono, selaku murid dari Soepomo, Djokosoetono, seperti murid lainnya Hamid Attamimi, Harun Al Rasyid, Azhari telah menerapkan teori integrasi Supomo dengan memakai pola pikir Hegel berdasarkan sejarah, dimana negara hukum (Rechstaat) konsep Eropa Kontinental adalah perkembangan negara yang terakhir dari negara ketiadaan hukum, negara kebanyakan hukum (apa kata raja adalah UU) dan sintesisnya adalah negara hukum yang demokratis. Namun pakar lain menyamakan Rechtstaat Eropa dengan Rule of Law konsep Anglo Saxon.

Dengan adanya dasar negara Pancasila hubungan pemerintah dan rakyat, warga negara berdasarkan sistim pola pikir Hegel, yang mempertentangkan hak hak negara (kolektif) dengan hak hak orang perorangan dan turunannya akan melahirkan hak hak asasi manusia dan kewajiban asasi warga negara dan penduduk.

Rukun itu dapat merupakan elemen yang terbaik dari dua elemen yang dipertentangkan dalam pemikiran, akan tetapi dalam kenyataaan di masyarakat dipersatukan kembali. Jadi dengan adanya Rukun Tetangga dan Rukun Warga adalah bentukan pengawasan melekat sesama warga yang bercirikan budaya Timur, yang mengambil elemen yang terbaik dari bentuk Gemeinschaft (tanpa pemirih, kepentingan publik) dan Gesellschaft (pamrih) dan membentuk organisasi ketiga yang bernama Rukun tetanga, Rukun Kampung, Rukun Warga, Rukun Desa, Rukun Wilayah Kabupaten/Kota, Rukun Provinsi, sebagai bentuk sintesis dari tesis dan antitesis. Hal ini tercakup dalam istilah usaha bersama dan asas kekeluargaan.

Filosof hukum tokoh dari barisan nasional bidang hukum tata negara dan administrasi negara, yang salah pilih adalah: Soepomo

Prof. Dr. Mr. Soepomo (1903-1958), merupakan salah satu “icon” penting dalam khasanah politik-hukum di Indonesia. Dia merupakan salah seorang penggagas penting dalam pembentukan UUD 1945, sekalipun fokus studinya lebih banyak diarahkan pada soal-soal hukum adat.

Pemikiran Soepomo, dalam hal politik-hukum dan konsepsinya mengenai tata-negara Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh “kekagumannya” pada sistem persatuan Tennoo Haika Kekaisaran dengan Rakyat Jepang, kepemimpinan Fuhrer dan konsepsi Nasional-Sosialis dalam Nazi Jerman dan konsepsi manunggaling kawula gusti dalam budaya Jawa, sebagai satu kesatuan yang dikonstruksinya dalam konsepsinya mengenai ideal negara Indonesia. Soepomo mengambil rujukan pada sebuah konsepsi teori “integralistik” yang diambil dari pemikiran tiga filsuf abad 18 dan 19, yakni Spinoza, Adam Muller dan Hegel.
Soepomo menggagas berdirinya Indonesia menjadi sebuah republik yang berdaulat. Beliau mendukung prinsip-prinsip hak-hak individu ini dalam UUD 1950, dimana Soepomo duduk sebagai ketua Panitia Perancang UUD 1950 sekaligus Menteri Kehakiman Republik Indonesia yang pertama.

Filosof hukum tokoh dari tokoh luar negeri bidang hukum tata negara dan administrasi negara, yang salah pilih adalah : Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi AlBashri, yang dikenal dengan nama Al Mawardi. filsafat hukum tata negara yang dikontruksi Al-Mawardi berkaitan dengan mekanisme pengangkatan kepala negara didasarkan pada filsafat theistic-dan filsafat histories-empiris, yakni dengan cara mengintrodusir wahyu-wahyu Tuhan (Allah) sebagai instrument atau mekanisme dalam mengangkat kepala negara melalui musyawarah yang telah terlembagakan dalam sebuah majelis Ahlu al-halli wa alaqdi, serta melalui penunjukan atau penyerahan mandat dari penguasa sebelumnya kepada orang yang dpercayainya untuk memegang amanat kepemimpinan.

Filsafat hukum tata negara yang dikontruksi oleh Al-Mawardi dalam kitabnya al-ahkam al-sulthaniyyah dan Adabu dunya wa din, khususnya tentang tujuan didirikannya negara didasarkan pada filsafat theo-homosentris yang identik dengan pola pemikiran Abu Ala Maududi, (the-demokratis).

Artinya, manusia mendirikan Negara dan pemeintahan hanya semata tertuju pada dua aspek utama yakni; 1. Mengurus normativitas syari‟ah agar ia dapat berjalan melalui kebijakan kepala negara, dan 2. Mengurus dunia beserta isinya untuk menciptakan kesejahteraan umat, melalui kebijakan yang adil.

Filsafat hukum tata negara yang dikontruksi Al-Mawardi berkaitan dengan mekanisme pengangkatan kepala negara didasarkan pada filsafat theistic-dan filsafat histories-empiris, yakni dengan cara mengintrodusir wahyu-wahyu Tuhan (Allah) sebagai instrument atau mekanisme dalam mengangkat kepala negara melalui musyawarah yang telah terlembagakan dalam sebuah majelis Ahlu al-halli wa alaqdi, serta melalui penunjukan atau penyerahan mandat dari penguasa sebelumnya kepada orang yang dpercayainya untuk memegang amanat kepemimpinan.

Karya hukum adat dan hukum konstitusi Soepomo tidak hanya merangkumi penjelasan pendekatan teori inovatif tentang integrasi dan dialektika Hegel dan Rechsstaat und Nationalstaat ( persatuan Indonesia) tetapi juga merangkumi banyak kajian terapan dan empiris mengenai berbagai masalah integrasi dan pluralisme. Bidang HTN kurang berpengaruh daripada rakan sezamannya, tapi tetap merupakan salah seorang Bapak konstitusi yang dominan dan oleh bbrp orang spt Marsilam dan D.Dhakidae sering disalahpahami tetapi selalu dihormati, oleh murid muridnya seperti Djokosoetono, Hamid Attamimi, Padmo Wahyono, Harun Alrasyid dan Azhari. Dengan adanya mazhab komunitarisme tahun 1980, selaku murid imaginer Soepomo, penulis meletakkan Soepomo sebagai tokoh Pluralisme, yang dengan kemajuan IT teori integrasi dan pluralismenya survive dan linier dengan komunitarianisme (diss. RSG 1997).

Thesis doktornya yang berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta) tidak saja mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe 1993). Ditulis dalam bahasa Belanda, kritik Soepomo atas wacana kolonial tentang proses transisi agraria ini dibungkus dalam bahasa yang halus dan tidak langsung, menggunakan argumen-argumen kolonial sendiri.

Sedangkan teori integrasinya masih terdapat dua aliran yang menafsirkannya sebagai sistim demokratis dengan persatuan dan ciri pluralisme atau sekarang (pasca 1980 an) lebih dikenal dengan komunitarianisme. Sedangkan yang pro Sistim Soepomo telah ditolak, terdapat pendapat minoritas dari Marsilam Simanjuntak dan D. Dhakidae, dimana menyamakan Integralistik Soepomo dengan Negara Integralisme. Persoalanyanya nampak sepele yaitu akhiran -istik dan akhiran -isme pada kata Integrasi, sebelum melebar, dibatasi pada penafsiran bahasa (gramatik) ini sesuatu yang berbeda, akhiran istik berarti ilmu atau teori , seperti pada Linguistik, Germanistik.

Sedangkan isme mengacu pada ideologi, suatu ajaran. Selama ini yang dikenal dengan negara yang menganut Integralisme adalah Brazilia pada Era Plinio Salgado (Integralisme Brazil) dan Partai Kecil di Cologne tahun 1906 yang menamakan Partai Katolik Integralisme atau Rejem Jendral Franco di Spanyol. Sedangkan penyebutan Nazi (suatu ideologi dan termasuk agama baru) dan Tenno Heika (agama Shinto) sesuatu yang untuk kepantasan fatsoen politik dari para pendiri negara yang telah berterima kasih kepada Jepang karena telah memfasilitasi dan menjaga keamanan yang bersidang, sedangkan dengan acuan Hegel Rechtstaat, maka tudingan Supomo sebagai Bapak Diktotor Indonesia, yang disebut oleh anggota MPRS asal Militer Abdul Kadir Besar dan diolah dan dikaji oleh Marsilam Simanjuntak dan D. Dhakidae dan ditafsirkan sebagai ideologi totaliter. Perlu penelitian lebih lanjut apakaha Abdul Kadir Besar ini ada hubungan kerabat dengan Mr. Besar, yang ikut pula dalam BPUPK. Jadi kebenaran itu tampaknya tidak tunggal.

Berkenaan dengan pengertian Hukum Tata Negra dan Hukum Adminstrasi negara menurut para tokoh, sbb:

1. John Rawls adalah penganut tradisi empirisme Inggris hasil pemikiran Hume, Bentham, dan J.S. Mill. Rawls juga tertarik pada teori kontrak seperti dikemukakan oleh filosof-filosof abad XVIII yakni Locke, Rousseau, dan Kant. Rawls terkenal dengan pemikirannya tentang teori keadilan

2. Aristoteles mempunyai pemikiran dari wujud politik yang ideal yaitu gabungan dari wujud demokrasi dan monarki

3. Van Der Pot mempunyai pemikiran tentang Hukum Tata Negr berisi aturan-aturan hukum dn Lembaga-lembaga hukum yang menentukan: bentuk negara dan bentuk pemerintahan.

4. LOGEMANN, hukum tata Negara adalah serangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang 7 jabatan dalam negara, yaitu: Jabatan-jabatan dalam susunan ketatanegaraan suatu negara tertentu, Pembentukan /mengadakan jabatan-jabatan, cara pengisian jabatan, tugas-tugas jabatan, wewenang hukum jabatan, hubungan kekuasaan Jabatan antara satu dengan yang lain, batas-batas organisasi negara dan bagian-bagiannya serta tugas-tugas dan kewajibannya.

5. Menurut Prof. OPPENHEM, yaitu: Hukum Tata Negara dalam arti sempit = Negara dalam keadaan dian dan Hukum Administrasi Negara – Negara dalam keadaan bergerak

Prof. Mr. Dr. Soepomo merupakan salah satu ikon penting dalam dunia politik hukum di Indonesia. Ia adalah seorang penggagas penting pembentukan UUD 1945. Kontroversi pemikiran Soepomo adalah gagasannya mengenai “negara integralistik”sebagai bentuk paling tepat bagi Indonesia bila Merdeka. Model negara integralistik yang ditawarkan Soepomo merupakan bentuk negara fasis yang dicontoh dari Jepang dan Jerman. Pemikiran Soepomo dalam hal politik hukum dan konsepsinya mengenai tata negara Indonesia yang banyak dipengaruhi oleh kekagumannya pada sistem persatuan Tenno Haika Kekaisaran dengan rakyat Jepang, kepemimpinan Fuhrer dan konsepsi Nasional-Sosialis dalam nazi Jerman. Konsep ini diambil dari pemikiran 3 filsuf abad 18 dan 19 yaitu: Benedict Spinoza, Adam Muller dan Georg W.F. Hegel.

Salah satu tokoh filosof hukum dari luar negeri adalah John Locke.

Kekuasaan negara pada dasarnya adalah terbatas dan tidak mutlak sebab kekuasaannya berasal dari warga masyarakat yang mendirikannya. Jadi, negara hanya dapat bertindak dalam batas-batas yang ditetapkan masyarakat terhadapnya.

Tujuan pembentukan negara adalah untuk menjamin hak-hak asasi warga, terutama hak warga atas harta miliknya. Untuk tujuan inilah, warga bersedia melepaskan kebebasan mereka dalam keadaan alamiah yang diancam bahaya perang untuk bersatu di dalam negara.

Pembatasan kekuasaan negara

Negara di dalam pandangan Locke dibatasi oleh warga masyarakat yang merupakan pembuatnya.Untuk itu, sistem negara perlu dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan negara, dan bentuk pembatasan kekuasaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan membentuk konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang ditentukan oleh Parlemen berdasarkan prinsip mayoritas.Cara kedua adalah adanya pembagian kekuasaan dalam tiga unsur: legistlatif, eksekutif, dan federatif.

Unsur legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang dan merupakan kekuasaan tertinggi.Kekuasaan ini dijalankan oleh Parlemen yang mewakili golongan kaya dan kaum bangsawan sebab mereka, dengan kekayaannya, paling banyak menyumbangkan sesuatu kepada negara.Dalam membuat undang-undang, kekuasaan legislatif terikat kepada tuntutan hukum alam yaitu keharusan menghormati hak-hak dasar manusia. Unsur eksekutif adalah pemerintah yang melaksanakan undang-undang, yaitu raja dan para bawahannya.Terakhir, unsur federatif adalah kekuasaan yang mengatur masalah-masalah bilateral, seperti mengadakan perjanjian damai, kesepakatan kerja sama, atau menyatakan perang. Menurut Locke, kekuasaan federatif dapat dipegang oleh pihak eksekutif, di mana dalam keadaan darurat pihak eksekutif dapat mengambil tindakan yang melampaui wewenang hukum yang dimilikinya.

Djoko Soetono mencetuskan pemikiran yang jernih tentang istiIah “negara hukum demokratis” dan tipe negara hukum. Menurutnya, istilah tersebufsalah. Sebab konsep tersebut berkonotasi bahwa yang utama adalah negara hukum. Padahal negara hukum hanya membatasi ekses yang mungkin timbul dad demokrasi. Seandainya konsep ihwal demokrasi ini dipahami oleh setiap pelaku kekuasaan, barangkali hukum di Indonesia akan lebih berdaya.

Mr Muhammad Yamin di antara sosok yang secara eksplisit menyatakan keberatannya dengan bentuk pemerintahan monarki. Hal ini disebabkan monarki tidak memberikan kepastian yang kuat untuk memerintah negara. Tidak hanya itu, baginya, memilih monarki sama saja dengan menolak datangnya Indonesia merdeka.Karena proklamasi merupakan pernyataan kehendak rakyat, menurut Yamin, bentuk pemerintahan pun harus pula mampu mencerminkan kehendak rakyat dan bukan kehendak monarki. Karena itu, bagi Yamin yang paling cocok adalah pemerintahan berbentuk republik. Dalam logika Yamin, hanya negara dengan bentuk republik lah yang memungkinkan terjadinya pembagian kekuasaan dengan rakyat yang diantaranya bisa dijalankan secara syuriah atau perundingan. Yamin juga menghendaki Republik yang berada dalam bingkai negara kesatuan dan secara tegas menolak pola hubungan pemerintah pusat dan daerah berbentuk negara serikat. Ia menyatakan alasan utamanya, “kita tidak mempunyai kekuatan untuk membentuk beberapa negara”. Selain itu, dia menunjuk kekayaan dan sebaran penduduk Indonesia yang tidak merata berpotensi menghadirkan kekacauan dengan memilih bentuk negara serikat.

Selain bentuk pemerintahan dan bentuk negara, Yamin juga mengemukakan gagasan ihwal organ atau lembaga negara di tingkat pusat. Berkenaan dengan ini, ia mengemukakan enam lembaga (the six powers of the Republic of Indonesia), yaitu Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan, Majelis Permusyawaratan, Kementerian, Majelis Pertimbangan, dan Balai Agung atau Mahkamah Agung. Pemaparan organ ini memicu kritikan dan perdebatan antara dirinya dengan Soepomo.

Perdebatan pertama berkisar soal pemosisian kementerian. Yamin mengusulkan agar kementerian (satu per satu atau secara keseluruhannya) bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan. Merujuk penjelasan itu, Soepomo menggugat cara berfikir Yamin yang tidak konsisten. Pada satu sisi, menolak sistem pemerintahan parlementer (parlementeir stelsel), sementara di sisi lain, menghendaki menteri bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat. Dengan gagasan itu, sekiranya menteri mengalami krisis kepercayaan (mosi tidak percaya), maka harus meletakkan jabatan.

Montesquieu menguraikan mengenai hukum alamiah sebelum terbentuknya sebuah negara (state of nature). Menurut Montesquieu, di dalam sebuah pemerintahan kekuasaan harus dibagi menjadi tiga, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pembagian kekuasaan ini ditujukan untuk menjamin kebebasan.

Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang. Dalam penjabaran kekuasaan negara dari Mostesquieu, kekuasaan yudukatif berdiri sendiri, tidak mendapat intervensi dari kekuasaan lainnya saat menjalankan tugas sebagai pengadil atas pelanggaran undang-undang. Konsep pembagian kekuasaan negara oleh Mostequieu ini dikenal dengan Trias Politica yang diterapkan oleh banyak pemerintahan di dunia, termasuk di Indonesia.

Profil Sutan Syahrir sebagai filosof hukum yang merupakan tokoh nasional. Sutan Sjahrir adalah seorang tokoh yang berpendapat bahwa demokrasi dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya, politik dan pendidikan. Demokrasi yang diharapkan Sutan Sjahrir adalah demokrasi yang mencari selamatnya bangsa Indonesia dan berusaha untuk memperoleh kedaulatan penuh. Demokrasi yang berlandaskan sosialisme kerakyatan dan di perjuangkan dalam politik, ekonomi dan sosial. Sutan Sjahrir berjuang untuk merubah tradisi lama dan memperjuangkan kedaulatan rakyat. Sutan Sjahrir mengembangkan sosialisme demokratis yang evolusioner menjadi sosialisme kerakyatan yang revolusionner untuk mencapai masyarakat yang demokratis. Pemikiran Sutan Sjahrir diperjuangkan dalam bidang politik pada saat menjadi Perdana Menteri Indonesia. Sutan Sjahrir banyak mendapat kritik dari lawan politiknya dalam memperjuangkan demokrasi.

Sosialisme kerakyatan ajaran Sutan Sjahrir berakar pada socialism democracy Barat. Di mana bila melihat sejarahnya, paham sosialisme muncul sebagai reaksi terhadap ekses kapitalisme awal di mana kelas buruh tenggelam dalam kemiskinan materi maupun mental sedangkan kelas majikan justru makin kaya. Ide sosialisme berasal dari cita-cita demokrasi yaitu hak yang sama bagi semua penduduk dalam masyarakat untuk berusaha membangun diri sendiri hingga mencapai perkembangan sepenuhnya. Dengan demikian pemikiran pemikiran Sutan Sjahrir tentang Sosialisme berkaitan dengan filsafat politik. Pikiran dan perjuangan Sutan Sjahrir mengenai demokrasi, kesamaan, keadilan, kemakmuran yang adil dan merata untuk seluruh rakyat, perlindungan dan jaminan hukum yang serupa dan merata bagi semua orang, cita-cita kemanusiaannya serta hak-hak asasi manusia dan pelbagai hal untuk kemajuan bangsa dan manusia Indonesia, ternyata masih tetap berlaku di Indonesia hingga kini.

Tokoh-tokoh filosof dunia mengenai hukum tata negara dan hukum administrasi negara adalah sebagai berikut:

1. Cornelis van Vollenhoven: melalui teori residu menjelaskan bahwa lapangan hukum administrasi negara adalah sisa/residu dari lapangan hukum setelah penambahan oleh hukum tata negara, hukum pidana materil, dan hukum perdata materil. Van Vollenhoven menyatakan bahwa hukum administraasi negara terdiri atas hukum pemerintahan, hukum peradilan (hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara peradilan administrasi negara), hukum kepolisian, dan hukum proses perundang-undangan.

2. L. F. L. Oppenheim: berpendapat bahwa ada garis tegas antara hukum administarasi negara dan hukum tata negara. Ia berpendapat bahwa hukum administasi negara membahas negara dalam keadaan bergerak (staats in bevening/state in progress), yakni mempelajari segala kewenagan atau aparatur dalam menjalankan proses–proses pemerintahan. Sementara itu, hukum tata negara membahas negara dalam keadaan diam (staats in rust/state in still), dalam pengertian membahas negara atau kewenangan lembaga–lembaganya.

3. J.H.A. Logemann: berpendapat bahwa hukum tata negara menetapkan kompetensi atau kewenangannya, sedangkan tugas hukum administrasi negara membahas hubungan istimewa tersebut.

Filsuf Hukum Dalam Negeri yaitu Muhammad Hatta

Lahir di Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980

Materi muatan hak asasi manusia merupakan kontribusi terpenting Bung Hatta dalam konstitusi.
Pemikiran-pemikiran Hatta, antara lain:

1. Hatta sebagai peletak dasar utama negara demokrasi konstitusional, baik dalam praktik tataran nilai-nilai maupun praktik kelembagannya.
2. Hatta mengacu pada persamaan hukum bagi semua warga negara termasuk jaminan HAM untuk mendapatkan kebebasan beragama.
3. Hatta memiliki konsep kenegaraan konstitusional demokratik atau negara hukum dengan perbuatan nyata.
4. Hatta menegakkan asas-asas universal pemerintahan yang baik mencakup transparansi, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban.
5. Hatta lebih menekankan dasar hukum dan pembangunan ekonomi demi kesejahteraan rakyat

Negara yang dikehendaki Bung Hatta ialah negara pengurus atau negara yang melayani rakyat (the service state). Pemikiran kedaulatan rakyat Bung Hatta ialah kekuasaan untuk mengatur pemerintahan negeri pada rakyat. Rakyat yang berdaulat berkuasa menentukan cara bagaimana ia harus diperintah. Putusan rakyat yang dapat menjadi peraturan pemerintah bagi semuanya adalah keputusan dengan cara mufakat yang diatur bentuk dan jalannya dimana mereka yang ikut di dalamnya mempunyai kedududakan yang setara.

Di dalam kedaulatan rakyat/demokrasi harus disertai tanggung jawab. Kalau rakyat berkuasa menentukan peraturan tentang hidup bersama dalam negara, maka rakyat bertanggung jawab pula tentang segala akibat dari peraturan yang diperbuatnya. Dasar pemerintahan yang adil ialah, siapa yang mendapat kekuasaan dia itulah yang bertanggung jawab.

Menurut Bung Hatta, Negara yang dikehendaki Bung Hatta ialah negara pengurus atau negara yang melayani rakyat (the service state). Pemikiran kedaulatan rakyat Bung Hatta ialah kekuasaan untuk mengatur pemerintahan negeri pada rakyat. Rakyat yang berdaulat berkuasa menentukan cara bagaimana ia harus diperintah. Putusan rakyat yang dapat menjadi peraturan pemerintah bagi semuanya adalah keputusan dengan cara mufakat yang diatur bentuk dan jalannya dimana mereka yang ikut di dalamnya mempunyai kedududakan yang setara.

Salah satu filsuf hukum bidang hukum tata negara dari luar negeri yaitu Van Der Pot. Menurut Van Der Pot, hukum tata negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan beserta kewenangannya masing-masing, hubungannya satu sama lain, serta hubungannya dengan individu warga negara dalam kegiatannya. Pandangan Van Der Pot ini mencakup pengertian yang luas, di samping mencakup soal-soal hak asasi manusia, juga menjangkau pula berbagai aspek kegiatan negara dan warga negara yang dalam definisi sebelumnya dianggap sebagai objek kajian hukum administrasi negara. Van Der Pot mengakui adanya perbuatan hukum publik bersegi dua, yaitu perjanjian menurut Hukum Publik (misalnya Kortverband Contract/Perjanjian Kerja Jangka Pendek antara Pemerintah dengan Pihak Swasta). Jadi hubungan hukum yang terjadi di sini diatur bukan oleh hukum biasa atau bukan oleh KUHPerdata tetapi oleh suatu hukum istimewa yaitu HTP, karena yang terlibat dalam hubungan hukum ini adalah antara negara, yang diwakili pemerintah, dengan orang/rakyat/maskapai asing. Berdasarkan atas pemikiran ini, maka ruang lingkup HTP meliputi tidak saja perbuatan hukum publik yang bersegi satu tetapi juga yang bersegi dua.

Seorang filosof hukum dari luar negeri, salah satunya ialah Jean Bodin (1530-1596, M). “Hukum Perintah Penguasa Yang Berdaulat”.

Hukum sebagai perintah raja, dan perintah raja ini sebagai aturan umum yang berlaku bagi rakyat dan persoalan umum. Kekuasaan raja adalah yang tertinggi atas warga dan rakyat, raja tidak terikat pada hukum (summa in cires ac subditos legibusque soluta potesta). Sebab jika raja di bawah hukum akan menghancurkan makna kedaulatan. Hukum adalah penjelmaan dari kehendak negara. Negaralah yang menciptakan hukum. Dan negaralah satu-satua-nya sumber hukum yang memiliki kedaulatan.

Seorang filosof dari Indonesia, salah satunya ialah Satjipto Rahardjo yang menyuarakan hukum progresif di Indonesia.

Pemikiran hukum perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofi tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia.

Mutu hukum, ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia.

Tokoh filosof di bidang hukum tata negara dan administrasi negara dari dalam negeri: Profesor Wirjono Prodjodikoro

Perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Perdata dan Hukum Pidana sebenarnya mudah terlihat. Secara negatif, dapat dikatakan bahwa Hukum Tata Negara itu tidak seperti Hukum Perdata yang mengatur hubungan-hubungan perdata antara pelbagai oknum atau badan, dan tidak seperti Hukum Pidana yang berisi atau mengatur penentuan mengenai hukuman-hukuman pidana untuk setiap pelanggaran hukum. Sedangkan perbedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak begitu nampak dengan jelas. Oleh karena itu, pembedaan keduanya membutuhkan lebih dari penjelasan biasa.

Hukum Tata Negara adalah rangkaian peraturan hukum yang mendirikan badan-badan sebagai alat (organ) suatu negara dengan memberikan wewenang kepada badan-badan itu, dan membagi-bagi pekerjaan pemerintah kepada banyak alat-alat negara, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya. Sedangkan, Hukum Tata Usaha Pemerintahan digambarkan oleh C. van Vollenhoven sebagai serangkaian ketentuan yang mengikat alat-alat negara, baik yang tinggi maupun yang rendah, pada waktu alat-alat negara itu mulai menjalankan pekerjaan dalam Hukum Tata Negara. Uraian van Vollenhoven ini melanjutkan saja pandangan Oppenheim selaku gurunya mengenai fenomena negara dalam keadaan diam dan negara dalam keadaan bergerak. van Vollenhoven mengartikan Hukum Administrasi Negara meliputi seluruh kegiatan negara dalam arti luas, tidak hanya terbatas pada tugas pemerintahan dalam arti smepit saja. Hukum Administrasi Negara itu, menurutnya, juga meliputi tugas peradilan, polisi, dan tugas membuat peraturan. Menurutnya, Hukum Administrasi Negara dalam arti luas dapat dibagi dalam 4 bidang yaitu : hukum pemerintahan, hukum peradilan, hukum kepolisian dan hukum perundang-undangan.

Mengenai Hukum Administrasi Negara para sarjana hukum di negeri Belanda selalu berpegang pada paham Thorbecke, beliau dikenal sebagai Bapak Sistematik Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Adapun salah satu muridnya adalah Oppenheim, yang juga memiliki murid Mr. C. Van Vollenhoven. Thorbecke menulis buku yang berjudul Aantekeningen op de Grondwet (Catatan atas undang-undang dasar) yang pada pokoknya isi buku ini mengkritik kebijaksanaan Raja Belanda Willem I, Thorbecke adalah orang yang pertama kali mengadakan organisasi pemerintahan atau mengadakan sistem pemerintahan di Belanda, dimana pada saat itu Raja Willem I memerintah menurut kehendaknya sendiri pemerintahan di Den Haag, membentuk dan mengubah kementerian-kementerian menurut orang-orang dalam pemerintahan.

Untuk tokoh dalam negeri, Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, S.H., hukum administrasi negara adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi negara atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa tertentu. Beliau berpendirian bahwa tidak ada perbedaan yuridis prinsipal antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara. Perbedaannya menurut beliau hanyalah terletak pada titik berat dari pembahasannya. Dalam mempelajari Hukum Tata Negara kita membuka fokus terhadap konstitusi negara sebagai keseluruhan, sedangkan dalam membahas Hukum Administrasi Negara lebih menitikberatkan perhatian secara khas kepada administrasi negara saja. Administrasi merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam konstitusi negara di samping legislatif, yudikatif, dan eksaminasi.

Tokoh filsuf dari luar negeri yaitu Hugo De Grotius, yang dikenal sebagai Bapak Hukum Internasional, karena beliau yang mempopulerkan konsep hukum antar negara. Grotius juga telah menjembatani antara teori politik dan hukum masa abad pertengahan. Selain itu, ia juga mengebangkan suatu pandangan baru tentang hukum alam untuk melawan pandangan-pandangan aliran skeptisisme, sambil menunjukkan bahwa ada jawaban yang rasional terkait moral.

Untuk tokoh hukum tata negara dalam negeri yaitu Sri Soemantri, Beliau adalah salah satu ahli Hukum tata negara Indonesia, yang mengkhususkan dirinya dalam Hukum Konstitusi, dengan pemikirannya, belia adalah salah seorang yang aktif menyuarakan desakralisasi dan perubahan konstitusi jauh sebelum amandemen UUD 1945 dilakukan. Bagi Sri Soemantri, bagaimanapun konstitusi bukan kitab suci. Konstitusi adalah buatan manusia yang bisa diubah sesuai perkembangan jaman.

Dalam bidang hukum tata negara dan administrasi negara pilihlah seorang filosof hukum tokoh dari barisan nasional yang punya ranking internasional.

Saya sebenarnya tidak terlalu paham dengan tokoh filsuf hukum manapun, namun pada kesempatan belajar ini, saya tertarik dengan tokoh soepomo, yang merupakan Menteri kehakiman pertama RI.

Pemikirannya mengenai dasar-dasar yang diajukan untuk Indonesia merdeka adalah persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah dan keadilan rakyat.

Pemikiran konsep negara integralistik Soepomo, memiliki pengertian bahwa prinsip suatu negara adalah satu kesatuan yang integral dari unsur-unsur yang menyusunnya. Soepomo berpendapat bahwa konsep negara integralistik lebih cocok digunakan karena sesuai dengan corak bangsanya. Adapun mengenai paradigma integralistik didalam Islam, agama dan negara adalah satu dan itu tidak sesuai dengan konsep negara integralistik yang dicetuskan Soepomo dimana Soepomo mengharapkan negara tidak memihak kepada golongan. Namun demikian, Soepomo tidak berarti menjadikan konsep negara integralistik yang a religious tetapi tetap dengan nilai-nilai agama sebagai pedoman moral dalam berkehidupan dan berkebangsaan sehingga masyarakat tetap berpegang teguh nilai dan moral meskipun bentuk negara adalah nasional yang bersatu yaitu negara integralistik.

George Wilhelm Friedrich Hegel adalah seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart, Württemberg, kini di Jerman barat daya.

Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi).

Filosofi dari Hegel, adalah:

1. Kebebasan
Yang dimaksud dengan civil society menurut Hegel adalah masyarakat pasca revolusi Prancis. Saat itu Hegel berada pada sebuah masyarakat yang sedang mengalami perubahan fundamental dalam revolusi industri yang secara masif menciptakan kelas menengah baru. Civil Society juga merupakan masyarakat dimana orang-orang didalamnya memiliki hak untuk memilih hidup apa yang mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sesuai kemampuan mereka. Negara tidak memiliki hak untuk memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota masyarakat sipil seperti yang terjadi dalam masyrakat feodal.

2. Negara dan Hak Individu
Menurut Hegel, negara merupakan roh absolut yang kekuasaannya melampaui hak-hak individu itu sendiri. Menurut Hegel, negara termasuk suatu proses dalam perkembangan ide mutlak yang ditandai adanya perkembangan dialektis tesis-antitesisnya, antitesis kemudaian melahirkan sintesis. Berbeda dengan J.J Rousseau dan John Locke, maupun kalangan marxis yang melihat negara sebagai alat kekuasaan, Hegel justru berpendapat bahwa negara itu bukan alat melainkan tujuan itu sendiri. Dalam logika Hegel rakyat harus menjadi abdi negara untuk kebaikan dan kesehjahtraan masyarakat itu sendiri.

3. Negara Integralistik
Dalam konsep negara integralistik, negara adalah kesatuan masyarakat yang tersusun secara integral. Masyarakat merupakan kesatuan organis yang tidak terpisah dan bergerak bersama kedalam satu tujuan tunggal yang hakiki. Dalam proses penemuan tujuan hakiki ini, pemimpin berperan sebagai kepala yang akan menuntun pergerakan dari unsur-unsur organis lainnya, sehingga tercipta keselarasan antara pimpinan dan rakyat.

Saya menemukan seorang filsuf Indoensaia yaitu M. Nasroen, seorang Guru Besar Luar-biasa bidang Filsafat di Universitas Indonesia, yang di dalamnya ia menelusuri unsur-unsur filosofis dalam kebudayaan Indonesia.

Beliau mengatakan bahwa Filsafat Indonesia adalah sebutan umum untuk tradisi kefilsafatan yang dilakukan oleh penduduk yang mendiami wilayah yang belakangan disebut Indonesia. Filsafat Indonesia diungkap dalam berbagai bahasa yang hidup dan masih dituturkan di Indonesia (sekitar 587 bahasa) dan ‘bahasa persatuan’ Bahasa Indonesia, meliputi aneka mazhab pemikiran yang menerima pengaruh Timur dan Barat, disamping tema-tema filosofisnya yang asli.

Semenjak itu, istilah tersebut kian populer dan mengilhami banyak penulis sesudahnya seperti Sunoto, R. Parmono, Jakob Sumardjo, dan Ferry Hidayat. Sunoto, salah seorang Dekan Fakultas Filsafat di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, menggunakan istilah itu pula untuk menyebut suatu jurusan baru di UGM yang bernama Jurusan Filsafat Indonesia. Sampai saat ini, Universitas Gajah Mada telah meluluskan banyak alumni dari jurusan itu.

Para pengkaji Filsafat Indonesia mendefinisikan kata ‘Filsafat Indonesia’ secara berbeda, dan itu menyebabkan perbedaan dalam lingkup kajian Filsafat Indonesia. M. Nasroen tidak pernah menjelaskan definisi kata itu. Ia hanya menyatakan bahwa ‘Filsafat Indonesia’ adalah bukan Barat dan bukan Timur, sebagaimana terlihat dalam konsep-konsep dan praktik-praktik asli dari mufakat, pantun-pantun, Pancasila, hukum adat, gotong-royong, dan kekeluargaan (Nasroen 1967:14, 24, 25, 33, dan 38).

Filosof hukum tokoh dari luar negeri bidang hukum tata negara dan administrasi negara antara lain :

I. T. KOOPMANS
adalah UU dalam arti material atau formal karena meliputi seluruh perangkat per UU-an yang dibantu oleh badan yang berwenang termasuk UU dalam arti formal.

II. VAN DER POT
Hukum Tata Negara berisi aturan-aturan hukum dan lembaga-lembaga hukum yang :
1. Menentukan bentuk negara
Bentuk negara yang terkenal ada dua macam yaitu :
a. Bentuk negara serikat federasi
b. Bentuk negara kesatuan
2. Menentukan Bentuk Pemerintahan Bentuk pemerintahan ada dua macam :
1) Bentuk monarki
2) Bentuk republik

III. LOGEMANN
Sesungguhnya Structure of Government yang
dikemukakan WITMAN sama dengan susunan ketatanegaraan LOGEMANN, sebab pemerintah dalam arti luas mencakup keseluruhan lembaga-lembaga negara mengenai fungsi, wewenang, kedudukan dan hubungan antara lembaga yang satu dengan yang lain. Dengan perkataan lain Structure of Government = Susunan Ketatanegaraan = Susunan Pembagian Kekuasaan.

IV.WADE DAN BRADLEY
Menurut Wade dan Bradley HTN adalah peraturan-peraturan tentang :
a. Alat perlengkapan negara dan susunannya
b. Hubungan alat perlengkapan negara itu satu sama lain
c. Peraturan yang berkenaan dengan fungsi dan alat-alat
perlengkapan negara itu.

V. SCHOLTEN
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.

Filosof hukum tokoh nasional bidang hukum tata negara dan administrasi negara sala satunya: Kusmandi pudjosewojo, S.H

Dalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia menyebutkan bahwa:”Hukum Tata Negara ialah hukum yang mengatur tata negara (kesatuan atau federal),dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau revublik), yang menunjukan masyarakat-masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatan (hierarchie), yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat hukumitu dan akhirnya akhirnya menunjukan perlengkapan dari masyarakat hukum itu sendiri.

Menurut The Liang Gie Administrasi adalah segenap rangkaian perbuatan penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari pengertian tersebut diatas dapat diperoleh tiga hal penting yaitu:

Pertama: bahwa kegiatan itu melibatkan dua orang atau lebih.
Kedua: adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama.
Ketiga:ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Dari ketiga ciri tersebut merupakan rangkaian yang salingberkaitan satu dengan yang lain. Ditengah masyarakat kegiatan tersebut merupakan satu rangkaian kegiatan yang terus menerus dan teratur yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang dalam kerangka kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, oleh The Liang Gie dirangkum dalam satu istilah yaitu “administrasi”.

Kusmandi pudjosewojo, S.H.

Dalam pemikirannya menyebutkan bahwa “Hukum Tata Negara ialah hukum yang mengatur tata negara (kesatuan atau federal) dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukan masyarakat-masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatan, yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat hukum itu dan akhirnya akhirnya menunjukan perlengkapan dari masyarakat hukum itu sendiri.

Wade dan phillips

Dalam bukunya yang berjudul “ Constitusional law “ yang terbit pada tahun 1936 . Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara itu.

Scholten

Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.

Ada juga Prof KH Mohammad Tolhah Mansoer dalam Disertasinya “Pembahasan Beberapa Aspek tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Negara Indonesia” disana di jelaskan tentang gambaran ideal mengenai ranah kerja eksekutif dan legislatif. Bisa jadi, apabila penemuan-penemuan Tolhah yang tercantum dalam disertasinya itu diterapkan kedalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, memungkinkan bisa menjadi pedoman bagi Indonesia menuju good govenernance.